Kita tentu tidak asing dengan Google, bukan? Alamat email kita pun rata-rata saat ini menggunakan Gmail. Gmail adalah produk Google, perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat. Saat ini Google mempromosikan one account for everything. Artinya, jika kita punya akun Google (biasanya Gmail) kita bisa akses layanan Google lainnya. Nah, di sini masalahnya. Selama ini kita terlampau fokus di Gmail saja. Padahal, sebagai pendidik-dosen, Google menyediakan layanan lain yang bisa diakses pemilik Gmail yaitu Google Scholar.
Google Scholar adalah fitur yang difasilitasi Google untuk dunia akademik-penelitian. Dengan Google Scholar, kita bisa mempromosikan aneka artikel ilmiah, mengutip artikel cendekiawan lain, juga mereka bisa mengutip (cited) artikel kita. Dengan demikian, pemilik akun Google Scholar bisa melanglangbuana, dunianya tidak sempit hanya di kampus saja (jago kandang). Artikel mereka, saat sudah dimuat di Google Scholar minimal akan dipantau oleh cendekiawan lain. Aneka plagiasi dan buruk rupa dunia akademik lain akan mengalami transparansinya di sana.
Namun, perlu diingat. Beda dengan sekadar punya akun Gmail dengan mana kita bisa asal-asalan membuat profil (tanggal lahir bukan sebenarnya, jenis kelamin bukan sebenarnya). Untuk memiliki Google Scholar kita wajib punya dahulu email institusi. Apa itu email institusi? Email institusi adalah alamat email dengan domain milik sebuah organisasi yang pendaftarannya wajib menggunakan data sebenarnya. Misalnya, organisasi tersebut harus membuat surat resmi ke hosting internet, melampirkan KTP pengurus yayasan atau perguruan tinggi, dan sebagainya. Akibatnya, email institusi tidak bisa sembarangan dimiliki seorang pendidik-dosen. Ia harus punya afiliasi dengan sebuah perguruan tinggi dan afiliasi tersebut resmi.
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Sandikta telah membekali semua dosen tetapnya dengan email institusi. Akibatnya, mereka sebenarnya sudah bisa membuat akun di Google Scholar. Terkait dengan publikasi artikel ilmiah, Google Scholar sesungguhnya bisa membantu. Tinggal pertanyaan tersisa adalah mau ataukah tidak seorang pendidik-dosen memanfaatkannya. Artikel yang dimuat ke Google Scholar pun bisa berupa tulisan mereka di aneka jurnal, hasil penelitian, website atau blog, dan lain sebagainya. Catatan utama hanyalah, seluruhnya harus bisa diakses cendekiawan lain. Kalau tidak bisa diakses, ya untuk apa dimuat ?
Baiklah, singkat tulisan dipersilakan kepada seluruh dosen, bukan hanya STIA Sandikta saja, tetapi juga seluruh Indonesia mulai mencicil artikel ilmiah mereka di Google Scholar. Kalau masih bingung caranya, silakan klik link berikut:
Cara Pemula Buat Akun Google Scholar dan Input Artikel
Selamat mempelajari.